PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Museum Provinsi Kalimantan Tengah di Jalan Cilik Riwut, Palangkaraya, menyimpan benda pusaka berupa mandau berukuran panjang satu setengah meter dan bernilai magis.
"Selain bentuknya yang besar, senjata tradisional Suku Dayak Pedalaman Kalteng itu, juga bernilai magis," kata kepala Bidang Pelayanan Museum setempat, Bakri Y Saloh, S.H, Kamis.
Bukan hanya bentuknya yang unik tetapi usia sejata yang berasal dari Suku Dayak di Kabupaten Kapuas tersebut sekitar 400 tahun. "Karena terlalu tua maka bentuk besi mandau itupun tidak mengkilat seperti benda tajam kebanyakan, tetapi justru sudah karatan seperti kebanyakan besi tua lainnya," katanya.
Mandau yang memiliki gagang (pegangan tangan) terbuat tanduk menjangan (rusa) tersebut selalu menjadi perhatian pengunjung dibandingkan sekitar 5.000 jenis koleksi lainnya di museum yang dibangun di atas lahan lima hektare itu.
Selain mandau, ada juga koleksi senjata suku Dayak lainnya berupa sumpit, telabang, kemudian benda rumah tangga, seperti keramik, patung, dan benda lainnya. "Biasanya pengunjung, khususnya dari kalangan turis manca negara sangat tertarik dengan benda pusaka tersebut, banyak hal selalu ditanyakan mereka berkaitan dengan keberadaan mandau tersebut," kata Bakri Y Saloh.
Para turis selain begitu seksama mencermati mandau tersebut juga selalu membidik-bidikan kamera ke arah benda tersebut. Kalangan turis manca negara ke Kaltang memang selalu menyempatkan berkunjung ke meseum yang menyimpan sebagian besar peralatan dan benda bernilai sejarah bagi masyarakat Dayak Kalteng ini.
Turis asing itu kebanyakan dari Eropa, seperti dari Inggris, Prancis, dan Belanda serta dari Asia, seperti Jepang dan Korea. Keunikan mandau ini, pada gagangnya terdapat seni ukiran kawit kalahai yang menggambar kehidupan flora dan fauna khas Kalteng.
Dari ukiran khas itulah yang membedakan mandau dari Kalteng dengan mandau dari suku Dayak, dan suku lainnya di Pulau Kalimantan. Ia sendiri tidak tahu persis siapa pemilik awal mandau besar tersebut, karena mandau ini juga disebutkan bernilai magis sebagai alat untuk meramal (menenung) bagi kalangan suku Dayak. Melalui benda pusaka ini biasanya kalangan tetua adat bisa meramalkan nasib baik atau nasib jelek seseorang.
Tapi bukan mandau besar ini saja biasanya digunakan masyarakat Dayak untuk menenung, juga mandau-mandau tua lainnya yang masih disimpan di kalangan masyarakat Dayak Pedalaman di kepulauan terbesar tanah air ini.
Yang menjadi pertanyaan, tambah Bakri Y Saloh, yaitu bentuk tubuh pemilik asal mandau itu, jika melihat mandau itu begitu besar kemungkinan pemakainya adalah bertubuh besar.
"Tetapi orang Dayak dulu memiliki kedidagdayaan, sehingga siapa tahu walau orangnya kecil tetapi dengan kemampuan besar mampu menggunakan benda besar seperti itu".
Sekilas Sejarah Katingan
Katingan adalah sebuah nama aliran sungai yang membentang dari laut jawa kearah utara hingga mencapai perbatasan Katimantan Barat, sejak jaman belanda dan kemerdekaan hingga akhir tahun 1961, Katingan berstatus kewedanan Sampit Timur dengan ibu kota Kasongan.
Pada tanggat 8 Januari 1962 Gubernur KDH Tingkat I Katimantan Tengah Tjilik Riwut menetapkan nama Katingan berstatus sebagai daerah persiapan Kabupaten Katingan terhitung tanggat 1 Januari 1962, tanggal 24 April 1965 Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Tengah TJiLik Riwut menetapkan wilayah Katingan men jadi Kabupaten Administratif Katingan dengan Ibukota Kasongan, kemudian pada tahun 1979 dengan surat Mendagri Nomor : 04 tahun 1997 dirubah statusnya menjadi Pembantu Bupati.
Pada tanggat 31 Juli 2000 DPRD Tk. I Kalimantan Tengah menyetui untuk pemekaran Kabupaten I Kota Propinsi Katimantan Tengah sehingga pada tanggat 14 April 2002 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan 8 (delapan) Kabupaten / Kota di Propinsi Kalimantan Tengah, sebagai tindak lanjut undang-undang tersebut maka pada tanggal 3 Junt 2002 dilakukan peresmian Kabupaten Pemekaran oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta.
Pada tanggat 8 JuLi 2002 dilantik Bapak Drs. Duwel Rawing sebagai Penjabat Bupati Katingan oleh Gubernur Kalimantan Tengah Atas Nama Menteri Dalam Negeri di Patangka Raya.
Berdasarkan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada 21 Juni 2003, maka terpilih Drs. Duwel Rawing sebagai Bupati Katingan dan Yantengtie, SE sebagai wakil Bupati Katingan periode 2003-2008. Pada tanggal 9 Mei 2008 dilakukan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah periode 2008- 2013 dan terpilih Drs. Duwel Rawing sebagai Bupati Katingan dan H. Surya, SH sebagai Wakil Bupati.
Demikian secara singkat sejarah terbentuknya Kabupaten Katingan, tentunya perjuangan yang telah dilakukan tidak hanya sampai disini atau terbentuknya Katingan menjadi sebuah Kabupaten. Tetapi lebih dari ini, bagaimana Kabupaten yang diperjuangkan bertahun-tahun dapat sejajar dengan Kabupaten yang lain sehingga diperlukan pemikir handal serta pekerja keras agar dapat mengelola potensi yang ada secara baik untuk mewujudkan suatu kabupaten Katingan dengan semangat persatuan dan kesatuan sesuai motto Penyang Hinje Simpei.
Pada tanggat 8 Januari 1962 Gubernur KDH Tingkat I Katimantan Tengah Tjilik Riwut menetapkan nama Katingan berstatus sebagai daerah persiapan Kabupaten Katingan terhitung tanggat 1 Januari 1962, tanggal 24 April 1965 Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Tengah TJiLik Riwut menetapkan wilayah Katingan men jadi Kabupaten Administratif Katingan dengan Ibukota Kasongan, kemudian pada tahun 1979 dengan surat Mendagri Nomor : 04 tahun 1997 dirubah statusnya menjadi Pembantu Bupati.
Pada tanggat 31 Juli 2000 DPRD Tk. I Kalimantan Tengah menyetui untuk pemekaran Kabupaten I Kota Propinsi Katimantan Tengah sehingga pada tanggat 14 April 2002 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan 8 (delapan) Kabupaten / Kota di Propinsi Kalimantan Tengah, sebagai tindak lanjut undang-undang tersebut maka pada tanggal 3 Junt 2002 dilakukan peresmian Kabupaten Pemekaran oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta.
Pada tanggat 8 JuLi 2002 dilantik Bapak Drs. Duwel Rawing sebagai Penjabat Bupati Katingan oleh Gubernur Kalimantan Tengah Atas Nama Menteri Dalam Negeri di Patangka Raya.
Berdasarkan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada 21 Juni 2003, maka terpilih Drs. Duwel Rawing sebagai Bupati Katingan dan Yantengtie, SE sebagai wakil Bupati Katingan periode 2003-2008. Pada tanggal 9 Mei 2008 dilakukan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah periode 2008- 2013 dan terpilih Drs. Duwel Rawing sebagai Bupati Katingan dan H. Surya, SH sebagai Wakil Bupati.
Demikian secara singkat sejarah terbentuknya Kabupaten Katingan, tentunya perjuangan yang telah dilakukan tidak hanya sampai disini atau terbentuknya Katingan menjadi sebuah Kabupaten. Tetapi lebih dari ini, bagaimana Kabupaten yang diperjuangkan bertahun-tahun dapat sejajar dengan Kabupaten yang lain sehingga diperlukan pemikir handal serta pekerja keras agar dapat mengelola potensi yang ada secara baik untuk mewujudkan suatu kabupaten Katingan dengan semangat persatuan dan kesatuan sesuai motto Penyang Hinje Simpei.
SEKILAS MAKNA BATANG GARING
Bagi Sebagian penerus generasi muda/Putra dayak khususnya yang berada di katingan, tidak mengenal arti kebudayaan yang telah diwariskan.Semisal Batang Garing/Pohon Kehidupan,Talawang/Tameng,Sapundu,Sipet dan sebagainya,akan tetapi berbeda halnya dengan adat TIWAH hampir seluruh generasi mengenal nama acara adat ini.
Pada Kesempatan ini penulis mencoba memberikan informasi mengenai Makna BATANG GARING /POHON KEHIDUPAN yang penulis sadur dari beberapa tulisan.Semoga dapat menambah wawasan akan itah pahari, Salam Tabe
BATANG GARING
Hidup, menurut orang Dayak Ngaju yang tinggal di sepanjang sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Rungan, Manuhing dan Mentaya merupakan suatu hasil benturan dua kekuatan. Alam semesta terbentuk karena adanya benturan antara benda-benda langit yang dengan dahsyatnya menyemburkan api-api yang terpercik kemana-mana dan kemudian membentuk alam semesta. Alam itu kemudian terbagi atas alam yang dikuasai oleh Ranying Mahatala Langit dan dunia bawah yang dikuasai oleh Jata atau Tambun. Walaupun terdapat dua mahadewa tersebut, namun pada hakekatnya kedua mahadewa tersebut adalah satu, sebaba Jata sebenarnya tidak lain adalah bayang-bayang dari Ranying Mahatala Langit sendiri. Keduanya berbeda dan memiliki daya hidup serta kekuasaan sendiri-sendiri, tetapi keduanya memebentuk suatu keutuhan kosmis. Jika salah satu dari keduanya dihilangkan maka keseimbangan kosmis akan terganggu.
Manusia sendiri tercipta akibat terjadinya benturan berupa perkelahian antara dua ekor enggang, yaitu enggang jantan dan enggang betina yang sedang mencari dan memakan buah dari Pohon Kehidupan atau Batang Garing. Enggang betina mulai bergerak dari bawah pohon sedangkan enggang jantan bergerak dari puncak ke bawah. Ketika kedua enggang bertemu maka perkelahian hebat yang berakhir dengan matinya kedua burung tersebut setelah memporakporandakan Batang Garing. Bagian-bagian dari Batang Garing yang berserakan dan bertebaran dimana-mana kemudian memunculkan berbagai kehidupan termasuk manusia laki-laki dan manusia perempuan.
Dari wawasan dasar tentang kosmis tersebut, orang-orang dayak Ngaju menganggap bahwa kosmis ini akan selalu berisikan dua kekuatan yang bisa bertentangan dan berbenturan untuk kemudian membentuk suatu kehidupan baru. Benturan-benturan bukanlah hal yang dianggap menakutkan, sebaliknya dianggap sebagai kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Karena itu orang-orang Dayak harus selalu bersifat terbuka dan siap menanggung kesulitan-kesulitan yang terjadi, karena benturan-benturan antara kebudayaan dan tata nilai mereka yang lama dengan kebudayaan dan tata bilai baru yang mungkin saja sangat bertentangan dengan kebudayaan dan tata nilai tradisional mereka. Justru dengan memanfaatkan benturan-benturan tersebut orang-orang Dayak akan mampu menyusun suatu tatanan baru yang lebih sesuai dan yang memberikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka.
Batang Garing dan Bagian-bagiannya Sebagai Lambang
Pohon Batang Garing berbentuk tombak dan menunjuk ke atas. Pohon ini melambangkan Ranying Mahatala Langit. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Dengan demikian disampaikan pesan bahwa dunia atas dan dunia bawah pada hakikatnya bukanlah dua dunia yang berbeda, tetapi sebenarnya merupakan suatu kesatuan dan saling berhubungan.
Dahan-dahan pohon berlekuk sedemikian rupa untuk melambangkan Jata sedangkan daun-daun berbentuk ekor burung enggang. Di sini juga dilambangkan bahwa kesatuan itu tetap dipertahankan.
Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Sekali lagi diingatkan bahwa turunan manusia harus mengarahkan pandangannya bukan hanya ke atas, tetapi juga ke bawah. Dengan kata lain manusia harus menghargai Ranying Mahatala Langit dan Jata secara seimbang. Ditafsirkan menurut pengertian kontemporer, orang Dayak haruslah mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan keduniaan dan kepentingan akhirat.
Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Di sinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit yang merupakan sumber segala kehidupan.
disusun oleh :
Teras Mihing, Ph.D
Palangkaraya, 15 Juli 1986
Pada Kesempatan ini penulis mencoba memberikan informasi mengenai Makna BATANG GARING /POHON KEHIDUPAN yang penulis sadur dari beberapa tulisan.Semoga dapat menambah wawasan akan itah pahari, Salam Tabe
BATANG GARING
Hidup, menurut orang Dayak Ngaju yang tinggal di sepanjang sungai Kapuas, Kahayan, Katingan, Rungan, Manuhing dan Mentaya merupakan suatu hasil benturan dua kekuatan. Alam semesta terbentuk karena adanya benturan antara benda-benda langit yang dengan dahsyatnya menyemburkan api-api yang terpercik kemana-mana dan kemudian membentuk alam semesta. Alam itu kemudian terbagi atas alam yang dikuasai oleh Ranying Mahatala Langit dan dunia bawah yang dikuasai oleh Jata atau Tambun. Walaupun terdapat dua mahadewa tersebut, namun pada hakekatnya kedua mahadewa tersebut adalah satu, sebaba Jata sebenarnya tidak lain adalah bayang-bayang dari Ranying Mahatala Langit sendiri. Keduanya berbeda dan memiliki daya hidup serta kekuasaan sendiri-sendiri, tetapi keduanya memebentuk suatu keutuhan kosmis. Jika salah satu dari keduanya dihilangkan maka keseimbangan kosmis akan terganggu.
Manusia sendiri tercipta akibat terjadinya benturan berupa perkelahian antara dua ekor enggang, yaitu enggang jantan dan enggang betina yang sedang mencari dan memakan buah dari Pohon Kehidupan atau Batang Garing. Enggang betina mulai bergerak dari bawah pohon sedangkan enggang jantan bergerak dari puncak ke bawah. Ketika kedua enggang bertemu maka perkelahian hebat yang berakhir dengan matinya kedua burung tersebut setelah memporakporandakan Batang Garing. Bagian-bagian dari Batang Garing yang berserakan dan bertebaran dimana-mana kemudian memunculkan berbagai kehidupan termasuk manusia laki-laki dan manusia perempuan.
Dari wawasan dasar tentang kosmis tersebut, orang-orang dayak Ngaju menganggap bahwa kosmis ini akan selalu berisikan dua kekuatan yang bisa bertentangan dan berbenturan untuk kemudian membentuk suatu kehidupan baru. Benturan-benturan bukanlah hal yang dianggap menakutkan, sebaliknya dianggap sebagai kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Karena itu orang-orang Dayak harus selalu bersifat terbuka dan siap menanggung kesulitan-kesulitan yang terjadi, karena benturan-benturan antara kebudayaan dan tata nilai mereka yang lama dengan kebudayaan dan tata bilai baru yang mungkin saja sangat bertentangan dengan kebudayaan dan tata nilai tradisional mereka. Justru dengan memanfaatkan benturan-benturan tersebut orang-orang Dayak akan mampu menyusun suatu tatanan baru yang lebih sesuai dan yang memberikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka.
Batang Garing dan Bagian-bagiannya Sebagai Lambang
Pohon Batang Garing berbentuk tombak dan menunjuk ke atas. Pohon ini melambangkan Ranying Mahatala Langit. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Dengan demikian disampaikan pesan bahwa dunia atas dan dunia bawah pada hakikatnya bukanlah dua dunia yang berbeda, tetapi sebenarnya merupakan suatu kesatuan dan saling berhubungan.
Dahan-dahan pohon berlekuk sedemikian rupa untuk melambangkan Jata sedangkan daun-daun berbentuk ekor burung enggang. Di sini juga dilambangkan bahwa kesatuan itu tetap dipertahankan.
Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Sekali lagi diingatkan bahwa turunan manusia harus mengarahkan pandangannya bukan hanya ke atas, tetapi juga ke bawah. Dengan kata lain manusia harus menghargai Ranying Mahatala Langit dan Jata secara seimbang. Ditafsirkan menurut pengertian kontemporer, orang Dayak haruslah mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan keduniaan dan kepentingan akhirat.
Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Di sinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit yang merupakan sumber segala kehidupan.
disusun oleh :
Teras Mihing, Ph.D
Palangkaraya, 15 Juli 1986
Warga Semakin Menjerit, Lantaran Lonjakan Harga Kebutuhan Pokok
Kalteng Pos, Minggu, 25 Juli 2010 12:42:08 WIB
BARANG kebutuhan pokok sehari-hari harus terus tersedia didapur, sebab setiap hari harus dikonsumsi. Keberadaannya di dalam rumah tangga tidak bisa ditawar-tawar. Namun, belakangan ini masyarakat terus menjerit, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Sebab, harganya yang terus melambung naik. Bahkan, sejumlah barang kenaikan ada yang mencapai lebih dari seratus persen dibanding bulan lalu. Khususnya barang dan sayuran yang didatangkan dari pulau Jawa.
Terkait kenaikan harga barang kebutuhan pokok sehari-hari itu, berbagai alasan pun dikemukan oleh pihak-pihak berwenang. Mulai dari lantran banjir dan cuaca yang estrim di daerah pulau Jawa yang mengakibatkan banyak petani gagal panen. Juga ada yang menyebutkan lantaran gelombang tinggi di laut Jawa sehingga biaya angkut menjadi lebih mahal. Kemudian, dikaitkan dengan naiknya tarif dasar listrik (TDL). Bahkan, juga disebutkan kenaikan beras lantaran dipicu perluasan pasar. Dikalangan masyarakat dan para pedagang sendiri berpendapat, bahwa sudah menjadi hukum pasar, bahwa setiap menjelang bulan suci Ramadan, harga kebutuhan pokok termasuk telur, ayam potong dan daging pasti mengalami kenaikan harga.
Beberapa waktu lalu, untuk mengetahui langsung penyebab kenaikan harga, Wakil Walikota Palangka Raya H Maryono bersama Wakil Gubernur Kalteng Ir H Achmad Diran melakukan sidak ke beberapa pasar di Kota Cantik. Hasilnya menurut Maryono yang paling mencolok mengalami kenaikan adalah beras.
“Menurut pengakuan pedagang, kenaikan harga beras siam unus dipicu perluasan pasar. Jika sebelumnya siam unus hanya diminati oleh masyarakat lokal, kini seiring perkembangan jaman beras tersebut sudah diminati oleh masyarakat luar hingga pulau Jawa. Sehingga pada waktu-waktu tertentu terjadi kelangkaan yang mengakibatkan kenaikan harga,” jelas Maryono dihadapan sejumlah wartawan, Rabu (7/7) lalu.
Sedangkan untuk sejumlah komoditi lainnya, juga mengalami kenaikan. Menurut penuturan pedagang kala itu tambah Maryono, kenaikan adalah dampak dari musim dan masalah teknis. Pedagang di Palangka Raya selama ini masih mengharapkan pasokan dari luar terutama Pulau Jawa.
Akibat kenaikan harga tersebut, tak sedikit warga yang mengeluh dan mengaku resah menyikapi lonjakan harga bahan pangan yang terjadi belakangan ini. Kini sebagian warga pun telah mengesampingkan selera dan kebiasaannya dalam memilih bahan makanan.
“Belakangan ini saya pusing memilih bahan-bahan pangan yang cukup dengan isi dompet. Apalagi kan saya harus membeli dalam jumlah yang tidak sedikit, makanya saya lebih memilih untuk membeli lauk pauk, sayuran dan beras dengan harga yang tidak terlalu mahal dengan kualitas yang terpaksa sedikit dibawahnya,” ujar Ampung, seorang pemilik kantin di sebuah SMP Negeri, Rabu (21/7).
Sebelumnya dengan uang Rp 100 ribu ia bisa membeli kebutuhan bahan pangan untuk dijual di kantin keesokan harinya. Kini uang belanja sejumlah itu tidak cukup lagi.
Demikian pula yang dikeluhkan Arie, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di kawasan Jalan Rajawali. “Saya lebih memilih untuk membeli ikan sungai yang relatif murah daripada ayam potong yang harganya terus melambung,” ujar ibu satu anak ini. Arie mengaku mengesampingkan selera keluarganya yang menyenangi ayam goreng.
Tak jauh berbeda dengan yang disampaikan Kepala Bidang Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Kalteng Bahrunnada dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu, ia mengaku sedari dulu lebih memilih mengkonsumsi jenis beras medium. Karena seleranya akan nasi pulen, yang tidak didapati pada jenis beras premium yang didatangkan dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Pedagang di Pasar Kahayan Palangka Raya pun mengakui kenaikan harga tersebut sudah dari agennya. “Karena saya membeli beras per saknya sudah tinggi, maka harga jualnya saya naikan agar tetap untung”, terang Hj Fadli, Jumat (23/7).
Kapos juga membincangi Janah (40) seorang pemilik warung makan terkait kenaikan beras, agar keuntungan tetap stabil, dia menyiasati pemilihan beras dengan mengganti beras kualitas tinggi dengan yang biasa saja, kecuali untuk nasi goreng, memang harus memakai beras khusus,” tuturnya.
Sejumlah pedagang di Pasar kahayan menuturkan, tidak hanya beras yang harganya naik, namun jenis barang lainnya pun juga naik tajam. Seperti gula pasir, telur sayur wortel, kentang, kubis, bawang, dan ayam potong, serta lainnya. (eld/bin/nik/rud)
BARANG kebutuhan pokok sehari-hari harus terus tersedia didapur, sebab setiap hari harus dikonsumsi. Keberadaannya di dalam rumah tangga tidak bisa ditawar-tawar. Namun, belakangan ini masyarakat terus menjerit, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Sebab, harganya yang terus melambung naik. Bahkan, sejumlah barang kenaikan ada yang mencapai lebih dari seratus persen dibanding bulan lalu. Khususnya barang dan sayuran yang didatangkan dari pulau Jawa.
Terkait kenaikan harga barang kebutuhan pokok sehari-hari itu, berbagai alasan pun dikemukan oleh pihak-pihak berwenang. Mulai dari lantran banjir dan cuaca yang estrim di daerah pulau Jawa yang mengakibatkan banyak petani gagal panen. Juga ada yang menyebutkan lantaran gelombang tinggi di laut Jawa sehingga biaya angkut menjadi lebih mahal. Kemudian, dikaitkan dengan naiknya tarif dasar listrik (TDL). Bahkan, juga disebutkan kenaikan beras lantaran dipicu perluasan pasar. Dikalangan masyarakat dan para pedagang sendiri berpendapat, bahwa sudah menjadi hukum pasar, bahwa setiap menjelang bulan suci Ramadan, harga kebutuhan pokok termasuk telur, ayam potong dan daging pasti mengalami kenaikan harga.
Beberapa waktu lalu, untuk mengetahui langsung penyebab kenaikan harga, Wakil Walikota Palangka Raya H Maryono bersama Wakil Gubernur Kalteng Ir H Achmad Diran melakukan sidak ke beberapa pasar di Kota Cantik. Hasilnya menurut Maryono yang paling mencolok mengalami kenaikan adalah beras.
“Menurut pengakuan pedagang, kenaikan harga beras siam unus dipicu perluasan pasar. Jika sebelumnya siam unus hanya diminati oleh masyarakat lokal, kini seiring perkembangan jaman beras tersebut sudah diminati oleh masyarakat luar hingga pulau Jawa. Sehingga pada waktu-waktu tertentu terjadi kelangkaan yang mengakibatkan kenaikan harga,” jelas Maryono dihadapan sejumlah wartawan, Rabu (7/7) lalu.
Sedangkan untuk sejumlah komoditi lainnya, juga mengalami kenaikan. Menurut penuturan pedagang kala itu tambah Maryono, kenaikan adalah dampak dari musim dan masalah teknis. Pedagang di Palangka Raya selama ini masih mengharapkan pasokan dari luar terutama Pulau Jawa.
Akibat kenaikan harga tersebut, tak sedikit warga yang mengeluh dan mengaku resah menyikapi lonjakan harga bahan pangan yang terjadi belakangan ini. Kini sebagian warga pun telah mengesampingkan selera dan kebiasaannya dalam memilih bahan makanan.
“Belakangan ini saya pusing memilih bahan-bahan pangan yang cukup dengan isi dompet. Apalagi kan saya harus membeli dalam jumlah yang tidak sedikit, makanya saya lebih memilih untuk membeli lauk pauk, sayuran dan beras dengan harga yang tidak terlalu mahal dengan kualitas yang terpaksa sedikit dibawahnya,” ujar Ampung, seorang pemilik kantin di sebuah SMP Negeri, Rabu (21/7).
Sebelumnya dengan uang Rp 100 ribu ia bisa membeli kebutuhan bahan pangan untuk dijual di kantin keesokan harinya. Kini uang belanja sejumlah itu tidak cukup lagi.
Demikian pula yang dikeluhkan Arie, seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di kawasan Jalan Rajawali. “Saya lebih memilih untuk membeli ikan sungai yang relatif murah daripada ayam potong yang harganya terus melambung,” ujar ibu satu anak ini. Arie mengaku mengesampingkan selera keluarganya yang menyenangi ayam goreng.
Tak jauh berbeda dengan yang disampaikan Kepala Bidang Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Kalteng Bahrunnada dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu, ia mengaku sedari dulu lebih memilih mengkonsumsi jenis beras medium. Karena seleranya akan nasi pulen, yang tidak didapati pada jenis beras premium yang didatangkan dari Provinsi Kalimantan Selatan.
Pedagang di Pasar Kahayan Palangka Raya pun mengakui kenaikan harga tersebut sudah dari agennya. “Karena saya membeli beras per saknya sudah tinggi, maka harga jualnya saya naikan agar tetap untung”, terang Hj Fadli, Jumat (23/7).
Kapos juga membincangi Janah (40) seorang pemilik warung makan terkait kenaikan beras, agar keuntungan tetap stabil, dia menyiasati pemilihan beras dengan mengganti beras kualitas tinggi dengan yang biasa saja, kecuali untuk nasi goreng, memang harus memakai beras khusus,” tuturnya.
Sejumlah pedagang di Pasar kahayan menuturkan, tidak hanya beras yang harganya naik, namun jenis barang lainnya pun juga naik tajam. Seperti gula pasir, telur sayur wortel, kentang, kubis, bawang, dan ayam potong, serta lainnya. (eld/bin/nik/rud)
Langganan:
Postingan (Atom)